Sistem transportasi yang terintegrasi dengan penataan ruang yang benar-benar terencana merupakan kunci sukses Singapura menjadi salah satu negara percontohan dalam manajemen Transportasi. Dalam pelaksanaan manajemen Transportasi tersebut pemerintah Singapura mengatur serta menetapkan semua penggunaan lahan (land used) bagi masyarakatnya. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah Singapura dikarenakan lahan yang ada sangat kecil dan harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Oleh sebab itu perlu adanaya kerja sama yang baik dan melakukan pengawasan yang sangat ketat serta serius (baca: tanpa Korupsi dan Kolusi) .
Penerapan sistem transportasi yang terintegerasi, Singapura memiliki MRT yang melayani 120 km dengan 85 stasiun, Light Rail Transit (LRT) melayani 29 km dan 43 stasiun dimana setiap harinya melayani 1,9 juta penduduk. Selain itu terdapat juga 4.000 armada bus dengan 370 rute dengan melayani 3,1 juta penduduk serta 24.000 unit taksi yang melayani 900 ribu penduduk. Untuk pelayanan informasi, Singapura memberikan pelayanan informasi dengan sangat terang dan mudah didapat. Bahkan papan petunjuk dan peta dapat dengan mudah ditemukan di setiap sudut, sehingga tak diragukan lagi Singapura pantas menjadi salah satu negara percontohan manajemen transportasi terbaik.
Sistem transportasi MRT dibangun pada November 1987 dan menjadi sistem transportasi tertua kedua di Asia Tenggara setelah Filipina. Pembangunan stasiun dan jalur-jalur MRT bawah tanah menjadi sangat efisien dengan kondisi Singapura yang kurang luas. Fasilitas modern yang diterapkan, termasuk sistem electronik tiketing menggunakan kartu tiket EZ-link yang dapat diisi ulang layaknya ATM dengan tanpa adanya pemeriksa karcis (scanning). Tujuan menggunakan kartu, sangat efisien tanpa harus membayar dan meminta kembalian dimana sangat membuang waktu, selain itu butuh proses antrian. Selain itu tiket elektronik tersebut menggunakan teknologi contactless smart card yang berbasis pada teknologi frekuensi radio. Kelebihannya dengan hanya mendekatkan kartu ke mesin, maka data dari kartu akan terbaca walaupun kartu tersebut dimasukkan dalam dompet maupun dalam tas tanpa harus dikeluarkan.
Disamping itu penggunaan kartu juga sangat memepermudah dalam penghitungan ongkos dan efisien. Penghitungan ongkos dilakukan dengan menggunakan sistem poin pada setiap stasiun tujuan, misalnya berangkat dari stasiun A bernilai poin 7 menuju stasiun D bernilai poin 4 maka yang harus dibayar adalah selisih poin (bukan nilai jarak) yaitu 3. Poin-poin tersebut ditentukan berdasarkan demand dari setiap stasiun tujuan.
Dari sisi kediplinan memang masyarakat Singapura memiliki tingkat disiplin tinggi. Setiap pergerakan diperhitungkan dalam waktu bahkan biaya yang dikeluarkan. Budaya antri dan mematuhi peraturan melekat pada masyarakatnya. Masyarakat Singapura mau antri, mendahulukan yang akan keluar dan masuk dengan teratur. Meskipun berdesak-desakan namun tetap terlihat tertib dan rapi.